Sabtu, 09 Juli 2011

Landasan Sosiologi Bimbingan Konseling

BAB I

PENDAHULUAN

Landasan sosiologis bimbingan konseling merupakan salah satu dasar bimbingan dan konseling yang patut dipelajari agar dapat diterapakan dalam kehidupan, agar kita sebagai manusia dapat berinteraksi dengan baik pada orang-orang yang ada dilingkunangan sekitar kita.
Adapun hal-hal yang patut kita ketahui disini dan dapat dikembangkan dalam kehidupan antara lain bagaimana pengembangan kemampuan berkomunikasi dengan baik, baik lisan maupun tulisan agar dapat dimengerti oleh orang-orang disekitar kita. Hingga terciptalah kita mampu untuk bertingkah laku dengan baik dan juga berhubungan sosial yang baik pada orang-orang disekitar kita karena kita mampu berkomunikasi dengan baik secara lisan maupun tulisan yang dapat dimengerti oleh orang-orang disekitar kita. Maka terciptalah hubungan yang harmonis antara kita dan orang disekitar kita terutama teman sebaya yaitu orang yang mampu mengerti kita dan mampu menunjang perkembangan atupun trumbuh kembangnya kita dilingkungan. Namun dalam hal ini, hubungan teman sebaya ini bisa terjadi atas 2 kemugkinan yaitu bisa terbawa pada arah positif ataupun negatif. Maka dari itu, tergantung pada siapa kita bergaul.
Pada landasan sosiologis juga akan dibahas tentang kedisiplinan dan peraturan sosial. Dimana dalam hal ini, juga menyangkut pada uraian diatas yang keseluruhannya merupakan inti dari perkembangan atau pencapaian kehidupan seseorang sebagai makhluk sosial ciptaan Tuhan. Maka dengan adanya kedisiplinan dan peraturan ini dapatlah tercapai prilaku dan pengembangan diri seseorang dengan baik. Maka dari itu, semua akan dibahas pada bab selanjutnya.






BAB II
PEMBAHASAN

LANDASAN SOSIOLOGIS  BIMBINGAN KONSELING

Pada pembahasan ini akan diuraikan tentang landasan sosiologi bimbingan konseling. Namun, kita harus membahas terlebih dahulu apa itu sosiologis. Adapun sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat, atau ilmu tentang struktur sosial, proses sosial dan perubahannya. Maka sosiologis itu adalah hal-hal mengenai sosiologi tersebut.
Landasan sosiologis ini bertujuan untuk memahami diri dalam kaitannya dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur dan rasa tanggung jawab. Maka, disini akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan sosiologi yang selalu terkait. Adapun ia sebagai berikut.

1.      Pengembangan kemampuan berkomunikasi baik melalui lisan maupun tulisan.
Komunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia. Kesepakatan atau kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama sehingga interaksi berjalan dengan baik. Persoalan mendasar dari masalah ini terletak pada hambatan yang muncul dalam membangun kesepahaman dan usaha mencapai tujuan secara maksimal.
Komunikasi adalah prasyarat kehidupan manusia karena tanpa komunikasi, interaksi antar manusia, baik secara perorangan, kelompok maupun organisasi tidak akan mungkin dapat terjadi. Dua orang dikatakan melakukan interaksi apabila masing-masing melakukan aksi dan reaksi. Aksi dan reaksi antar manusia inilah yang dalam ilmu komunikasi biasa disebut dengan tindakan komunikasi.
.Komunikasi sangat penting karena komunikasi pada seseorang maupun anggota kelompok dengan perannya masing-masing perlu berkoordinasi utnuk mencapai tujuannya.Oleh karena itu komunikansi bisa dikatakan sebagai sebuah struktur.Pengembangan kemampuan berkomunikasi baik melalui lisan maupun tulisan didalam bimbingan konseling merupakancarauntuk mengetahui bagaimana kepribadian seorang anak dan bagaimana kita mengajarkan mereka tentang hal-hal yang membaik untuk menunjang tumbuh kembangnya kepribadian mereka secara baik pula.
Maka dalam hal ini timbullah pengembangan kemampuan komunikasi secara lisan maupun tulisan, dimana komunikasi ini diterapkan pada anak/ peserta didik ataupun orang-orang yang membutuhkan bimbingan seseuai dengan perkembangan jasmani dan rohaninya.
 Dengan komunikasi lisan tentunya kita akan  langsung tatap muka, maka kita bisa mendapatkan respon balik secara langsung. Beda halnya dengan komunikasi tulisan. Jika lawan bicara kita sudah mulai menunjukkan gerak-gerik sebagai tanda ingin menyudahi pembicaraan, kita bisa langsung mendeteksi bahasa tersebut, lalu kemudian menyudahi pembicaraan kita. Tantangan komunikasi tulisan adalah tidak ada audible, visualisasi, maupun bahasa tubuh. Nah, jika menggunakan komunikasi tulisan, kita baru kemudian akan tahu respon pembaca jika ada yang berkomentar terhadap tulisan kita. Oleh karena itu, komentar menjadi sangat penting untuk memberi umpan balik. Maka, jangan sungkan untuk berkomentar.
Dengan pengembangan komunikasi lisan kita berusaha untuk berkomunikasi secara baik layaknya berbicara tatap muka dengan menerima umpan balik atas respon yang diberikan oleh mereka. Sedangkan komunikasi tulisan merupakan suatu respon ataupun tanggapan secara tak langsung oleh seseorang yang berupa komentar. Dan komunikasi ini terus dikembangkan untuk mengetahui perkembangan kemampan komunikasi seseorang baik itu lisan maupun tulisan . Sehingga dapat diarahkan menuju pada hal yang lebih baik.

2.      Pengembangan kemampuan bertingkah laku dan berhubugan social.
Anak atupun peserta didik yang telah dapat berkomunikasi dengan baik pada kita, bisa kita bina untuk menuju pada tingkah laku yang baik yang pada hakikatnya dapat membentuk kepribadian yang baik pada dirinya. Dalam hal inilah kita sebagai pembimbing menerapkan perilaku-perilaku yang pantas dan sesuai agar ia tak menyimpang.
Kita membimbingnya dengan mengajarkan padanya norma-norma, nilai-nilai moral dan lain sebagainya agar ia dapat diterima dalam lingkungan kehidupannya dan dapat menjalani kehidupannya dengan baik agar ia tak merasa bingung, kemana arah dan tujuan hidupnya akan dibawanya. Karena anak manusia itu butuh dibimbing agar ia menemukan jati dirinya yang sesungguhnya.
 Maka dengan berkembangnya sikap dan tingkah laku yang baik yang sesuai pada anak, ia pun bisa masuk pada lingkungan kehidupannya terutama masyarakat, untuk menjalin hubungan sosial yang baik. Bisa saja ia masuk pada lingkungan masyarakat, namun pada akhirnya ia tak bisa bersosialisasi dengan baik pada mereka. Hal  ini bisa saja terjadi dikarenakan ia malu, enggan, merasa tak pantas untuk masuk dalam lingkungan tersebut ataupun lain sebagainya. Dan ini dapat mengganggu perkembangan jiwa mereka. Oleh karena itu, anak-anak yang memiliki jiwa seperti ini patut menerima bimbingan agar dapat diterima dikhalayak orang banyak agar ia dapat mengapresisikan diri dan kehidupannya sebagai manusia yang layak.

3.      Pengembangan hubungan yang harmonis dengan teman sebaya.
Berbagai hasil penelitian telah menunjukkan betapa besarnya dampak jenis pertemanan antarsebaya di kalangan anak-anak itu bagi kehidupan masa dewasanya di kemudian hari.Isolasi sosial dan kehidupan masa kanak-kanak tanpa teman sering dikaitkan dengan berbagai permasalahan dalam masa dewasa, dan kebalikannya, keberhasilan hubungan pertemanan antarsebaya pada masa kanak-kanak sering dikaitkan dengan masa dewasa yang lebih berhasil.
Teman sebaya adalah anak-anak dengan usia atau tingkat kedewasaan yang kurang lebih sama. Sedangkan fungsi yang paling penting dari kelompak teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Interaksi teman sebaya yang memiliki usia yang sama memainkan peran khusus dalam perkembangan sosialemosional anak.Selanjutnya yang perlu diketahui ialah jenis-jenis status dari teman sebaya. Antara lain, anak populer, anak biasa, anak yang terabaikan, anak yang ditolak, dan anak yang kontroversial. Seorang anak yang tidak mempunyai banyak teman, secara emosional, lebih sedih dibandingkan dengan anak yang mempunyai banyak teman.Kontribusi sebuah persahabatan pada status teman sebaya memberikan banyak manfaat. Antara lain manfaat pertemanan, dalam persahabatan memberikan anak seorang teman yang akrab yang bersedia untuk menghabiskan waktu dan bergabung dalam aktifitas kolaboratif. Selain itu juga, seorang sahabat dapat memberikan bantuan kapanpun dibutuhkan, sahabat dapat memberikan dukungan sosial, dapat memberikan suatu hubungan yang hangat, penuh kepercayaan sehingga timbul rasa nyaman dan adanya keterbukaan untuk berbagi informasi pribadi.
Akan tetapi ada yang perlu di waspadai juga yaitu perihal yang tidak menguntungkan dari pertemanan.Sebagai contoh seorang anak yang berteman dengan anak yang beberapa tahun lebih tua dapat berakibat buruk yaitu berperilaku menyimpang.Pada kesimpulannya, teman sebaya memainkan peran penting dalam perkembangan anak-anak dan sebenarnya peran pertemanan lebih cenderung pada lingkungan sekolah menengah ketimbang sekolah dasar. Karena bisa dilihat pada contoh konkret dalam kehidupan seorang remaja akan lebih bergantung pada teman-teman mereka daripada orangtua mareka sendiri. Mereka memuaskan kebutuhan pertemanan dan rasa berharga dengan  sahabat-sahabat mereka.
 Penelitian oleh Gronlund, Hymel dan Asher (Ladd & Asher, 1985) mengindikasikan bahwa antara 6 hingga 11% anak di kelas tiga hingga kelas enam tidak mempunyai teman di kelasnya. Anak-anak ini merasa kesepian.Ladd & Asher mengemukakan bahwa perasan kesepian merupakan satu masalah signifikan yang dapat berakibat negatif bagi anak kecil, baik segera maupun jangka panjang.Penelitian oleh Bullock (Bullock, 1998) menunjukkan bahwa konsep anak kecil tentang kesepian memiliki makna baginya yang serupa dengan yang dipahami oleh anak remaja dan orang dewasa.Bullock mengamati bahwa anak yang merasa kesepian sering tidak memiliki hubungan sosial yang baik dengan teman sebayanya dan oleh karenanya lebih sering menunjukkan ekspresi kesepian daripada teman sebayanya yang mempunyai sahabat.Mereka sering merasa dikucilkan – satu perasaan yang dapat merusak perasaan harga dirinya.Di samping itu, mereka dapat mengalami perasaan sedih, tidak enak badan, bosan, dan terasing.Lebih jauh, Bullock menemukan bahwa pengalaman masa kecil yang berkontribusi terhadap perasaan kesepian dapat memprediksi perasaan kesepian pada masa dewasa.Akibatnya, anak yang kesepian dapat kehilangan banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan teman-teman sebayanya dan untuk belajar berbagai keterampilan yang penting untuk kehidupannya kelak, terutama keterampilan sosial.
Hubungan dengan teman sebaya tampak mempunyai berbagai macam fungsi, yang banyak di antaranya dapat memfasilitasi proses belajar dan perkembangan anak. Melalui hubungan teman sebaya, anak memperoleh kesempatan untuk belajar keterampilan sosial yang penting untuk kehidupannya, terutama keterampilan yang dibutuhkan untuk memulai dan memelihara hubungan sosial dan untuk memecahkan konflik sosial, yang mencakup keterampilan berkomunikasi, berkompromi, dan berdiplomasi (Asher et al., 1982 - dalam Burton, 1986). Di samping mengajari anak cara bertahan hidup di kalangan sesamanya, hubungan teman sebaya memberikan kepada anak konteks untuk dapat membandingkan dirinya dengan orang lain serta memberi kesempatan untuk belajar berkelompok (Rubin, 1980 - dalam Budd, 1985).
Di samping itu, anak yang banyak melibatkan dirinya dengan teman sebayanya juga dapat memperoleh kesempatan untuk membangun rasa percaya diri sosial (social self-confidence (Burton, 1986). Anak-anak ini dapat memupuk kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri untuk mencapai tujuan interpersonalnya, sehingga tidak akan mudah merasa kecewa dengan pasang/surutnya interaksi sosial. Hal-hal tersebut berimplikasi terhadap kemampuan penyesuaian sosial dan profesionalnya di kemudian hari (Burton, 1986).
Interaksi sosial memberikan kepada anak kesempatan untuk belajar dari reaksi teman sebayanya.Berbagai studi tentang penguatan (reinforcement) dari teman sebaya menunjukkan bahwa anak lebih cenderung untuk mengerem penggunaan strategi agresif terhadap teman sebayanya yang memberikan perlawanan terhadap agresi tersebut (Jewett, 1992). Karena hubungan anak dengan teman sebayanya itu bersifat egaliter, maka interaksi antara teman sebaya memperkenalkan kepada anak perilaku saling memberi dan menerima, yang sangat penting untuk memupuk sosialisasi dan menekan agresi(Budd, 1985). Lebih jauh, sejumlah kajian literatur (Ladd & Asher, 1985; Hartup, 1992), menunjukkan bahwa perolehan dan pemeliharaan berbagai bentuk perilaku sosial, disposisi kepribadian, dan sikap yang diperoleh pada masa kanak-kanak (misalnya pola bahasa, isyarat altruistik, popularitas di kalangan teman sebaya, keyakinan moral) sebagian tergantung pada reaksi yang diperoleh anak dari teman-teman sebayanya.
Hartup (1992) mengidentifikasi empat fungsi hubungan teman sebaya, yang mencakup:
1)      Hubungan teman sebaya sebagai sumber emosi (emotional resources), baik untuk memperoleh rasa senang maupun untuk beradaptasi terhadap stress;
2)      Hubungan teman sebaya sebagai sumber kognitif (cognitive resources) untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan;
3)      Hubungan teman sebaya sebagai konteks di mana keterampilan sosial dasar (misalnya keterampilan komunikasi sosial, keterampilan kerjasama dan keterampilan masuk kelompok) diperoleh atau ditingkatkan; dan
4)      Hubungan teman sebaya sebagai landasan untuk terjalinnya bentuk-bentuk hubungan lainnya (misalnya hubungan dengan saudara kandung) yang lebih harmonis. Hubungan teman sebaya yang berfungsi secara harmonis di kalangan anak-anak prasekolah telah terbukti dapat memperhalus hubungan antara anak-anak itu dengan adiknya.

Sebagai sumber kognitif, hubungan teman sebaya memungkinkan anak untuk saling mengajari dalam banyak situasi, dan pada umumnya kegiatan ini efektif. Hartup (1992) mengidentifikasi empat jenis pengajaran antarteman sebaya, yaitu peer tutoring, cooperative learning, peer collaboration dan peer modeling. Peer tutoring adalah transmisi informasi secara didaktik dari satu anak ke anak lain, biasanya dari “ahli” kepada “pemula”. Cooperative learning adalah cara belajar yang menuntut anak untuk saling berkontribusi dalam pemecahan masalah dan berbagi imbalannya. Peer collaboration terjadi bila semua anggota kelompok belajar itu adalah pemula yang bekerjasama untuk menyelesaikan suatu tugas yang tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri. Peer modeling adalah transmisi informasi melalui peniruan antarteman sebaya.

4.      Pemahaman dan pengalaman disiplin dan peraturan social.
Pada pemahaman dan pengalaman disiplin ini, merupakan bagian dari pembahasan landasan bimbingan konseling, dimana para peserta didik diajarakan pada kedisiplinan dan peraturan sosial yang berupa sebuah terapan yang diajarkan pada mereka untu terbentuknya kepribadian yang baik.
Disiplin adalah perasaan taat dan patuh terhadap nilai – nilai yang dipercaya termasuk melakukan pekerjaan tertentu yang dirasakan menjadi tanggung jawab.Kita memerlukan perilaku disiplin dimana saja seperti di rumah, sekolah, dan masyarakat.
a.      Fungsi Kedisiplinan di Sekolah
Disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata tertib kehidupan berdisiplin, yang akan mengantar seorang siswa sukses dalam belajar. Kedisiplinan sebagai alat pendidikan yang dimaksud adalah suatu tindakan, perbuatan yang dengan sengaja diterapkan untuk kepentingan pendidikan di sekolah.Tindakan atau perbuatan tersebut dapat berupa perintah, nasehat, larangan, harapan, dan hukuman atau sanksi. Kedisiplinan sebagai alat pendidikan diterapkan dalam rangka proses pembentukan, pembinaan dan pengembangan sikap dan tingkah laku yang baik. Sikap dan tingkah laku yang baik tersebut dapat berupa rajin, berbudi pekerti luhur, patuh, hormat, tenggang rasa dan berdisiplin.kedisiplinan juga berfungsi sebagai alat menyesuaikan diri dalam lingkungan yang ada. Dalam hal ini kedisiplinan dapat mengarahkan seseorang untuk menyesuaikan diri terutama dalam menaati peraturan dan tata tertib yang berlaku di lingkungan itu.
Fungsi kedisiplinan di sekolah adalah sebagai berikut:
1)      Menata Kehidupan Bersama
Manusia adalah makhluk unik yang memiliki ciri, sifat, kepribadian, latar belakang dan pola pikir yang berbeda-beda. Sebagai makhluk sosial, selalu terkait dan berhubungan dengan orang lain. Dalam hubungan tersebut diperlukan norma, nilai peraturan untuk mengatur agar kehidupan dan kegiatannya dapat berjalan lancar dan baik. Jadi fungsi disiplin adalah mengatur tata kehidupan manusia, dalam kelompok tertentu atau dalam masyarakat.
2)      Membangun Kepribadian
Pertumbuhan kepribadian seseorang biasanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah.Disiplin yang diterapkan di masing-masing lingkungan tersebut memberi dampak bagi pertumbuhan kepribadian yang baik.Jadi lingkungan yang berdisiplin baik, sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang.
3)      Melatih Kepribadian
Sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin tidak terbentuk serta merta dalam waktu singkat. Namun, terbentuk melalui suatu proses yang membutuhkan waktu panjang. Salah satu proses untuk membentuk kepribadian tersebut dilakukan melalui latihan.
4)      Pemaksaan
Disiplin dapat terjadi karena dorongan kesadaran diri.Disiplin dengan motif kesadaran diri ini lebih baik dan kuat.Disiplin dapat pula terjadi karena adanya pemaksaan dan tekanan dari luar.Dikatakan terpaksa karena melakukannya bukan berdasarkan kesadaran diri, melainkan karena rasa takut dan ancaman sanksi disiplin.Jadi disiplin berfungsi sebagai pemaksaan kepada seseorang untuk mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan itu.
5)      Hukuman
Tata tertib sekolah biasanya berisi hal-hal positif yang harus dilakukan oleh siswa.Sisi lainnya berisi sanksi/hukuman bagi yang melanggar tata tertib tersebut.Ancaman sanksi/hukuman sangat penting karena dapat memberi dorongan dan kekutan bagi siswa untuk menaati dan mematuhinya.Tanpa ancaman hukuman/sanksi, dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat diperlemah.
6)      Menciptakan Lingkungan Kondusif
Sekolah merupakan ruang lingkup pendidikan (Wawasan Wiyatamandala). Dalam pendidikan ada proses mendidik, mengajar dan melatih. Sekolah sebagai ruang lingkup pendidikan perlu menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang baik. Kondisi yang baik bagi proses tersebut adalah kondisi aman, tenang, tertib dan teratur, saling menghargai, dan hubungan pergaulan yang baik, hal itu dicapai dengan merancang peraturan sekolah, yakni peraturan bagi guru-guru, dan bagi para siswa, serta peraturan-peraturan lain yang dianggap perlu. Kemudian diimplementasikan secara konsisten dan konsekuen. Apabila kondisi ini terwujud, sekolah akan menjadi lingkungan kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan. Di tempat seperti itu, potensi dan hasil siswa akan mencapai hasil optimal. Untuk sekolah, disiplin itu sangat perlu dalam proses belajar mengajar, alasannya yaitu: disiplin dapat membantu kegiatan belajar, dapat menimbulkan rasa senang untuk belajar dan meningkatkan hubungan sosial.

b.       Unsur-Unsur Disiplin
Hurlock menyatakan bahwa unsur-unsur disiplin meliputi: (1) peraturan sebagai pedoman perilaku, (2) konsistensi dalam peraturan, (3) hukuman untuk pelanggaran, (4) penghargaan untuk perilaku yang baik.
Disiplin itu lahir, dan berkembang dari sikap seseorang di dalam sistem nilai budaya yang telah ada di dalam masyarakat.Terdapat unsur pokok yang membentuk disiplin, pertama sikap yang telah ada pada diri manusia dan sistem nilai budaya yang ada di dalam masyarakat.

c.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin
Beberapa faktor yang mempengaruhi kedisiplinan tersebut, antara lain yaitu: (1) anak itu sendiri, (2) sikap pendidik, (3) lingkungan, dan (4) tujuan. Faktor anak itu sendiri mempengaruhi kedisiplinan anak yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam menanamkan kedisiplinan faktor anak harus diperhatikan, mengingat anak memiliki potensi dan kepribadian yang berbeda antara yang satu dan yang lain. Pemahaman terhadap individu anak secara cermat dan tepat akan berpengaruh terhadap keberhasilan penanaman kedisiplinan.
Sikap pendidik yang bersikap baik, penuh kasih sayang, memungkinkan keberhasilan penanaman kedisplinan pada anak.Hal ini dimungkinkan karena pada hakikatnya anak cenderung lebih patuh kepada pendidik yang bersikap baik. Sebaliknya, sikap pendidik yang kasar, keras, tidak peduli, dan kurang wibawa akan berdampak terhadap kegagalan penanaman kedisiplinan di sekolah.
Faktor lingkungan juga mempengaruhi kedisiplinan seseorang. Situasi lingkungan akan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan, situasi lingkungan ini meliputi lingkungan fisis, lingkungan teknis, dan lingkungan sosiokultural. Lingkungan fisis berupa lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.Lingkungan teknis berupa fasilitas atau sarana prasarana yang bersifat kebendaan; dan lingkungan sosiokultural berupa lingkungan antar individu yang mengacu kepada budaya sosial masyarakat tertentu.Ketiga lingkungan tersebut juga mempengaruhi kedisiplinan seseorang, khususnya siswa.
Faktor tujuan juga berpengaruh terhadap kedisiplinan seseorang.Tujuan yang dimaksud di sini adalah tujuan yang berkaitan dengan penanaman kedisiplinan.Agar penanaman kedisiplinan kepada siswa dapat berhasil, maka tujuan tersebut harus ditetapkan dengan jelas, termasuk penentuan kriteria pencapaian tujuan penanaman kedisiplinan di sekolah.
Sikap tidak berdisiplin tidak selalu tumbuh di dalam diri seseorang. Tergantung juga dari orang lain dan lingkungan. Misalnya guru sekolah sendiri yang membuat suatu peraturan di sekolah tetapi guru tersebut malah meyimpang perilakunya dari peraturan yang telah ada.Hal ini dapat dianggap semua murid tidak adil karena kenapa hanya mereka yang harus menaati peraturan di sekolah, sedangkan guru mereka tidak.Terlebih lagi pada murid yang berasal dari keluarga broken home. Mereka sangat kekurangan perhatian karena tidak adanya tata tertib di lingkup keluarga mereka sehingga mereka dapat melakukan aktifitas di luar rumah sesuka hati mereka, misalnya pulang larut malam, setelah pulang sekolah bermain ke tempat teman tanpa seijin orang tua, dan masih banyak lagi.
Sebenarnya tujuan sekolah membuat peraturan adalah sebagai berikut
1.      Rasa hormat terhadap otoritas/ kewenangan; disiplin akan menyadarkan setiap siswa tentang kedudukannya, baik di kelas maupun di luar kelas, misalnya kedudukannya sebagai siswa yang harus hormat terhadap guru dan kepala sekolah.
2.      Upaya untuk menanamkan kerja sama; disiplin dalam proses belajar mengajar dapat dijadikan sebagai upaya untuk menanamkan kerjasama, baik antara siswa, siswa dengan guru, maupun siswa dengan lingkungannya.
3.      Kebutuhan untuk berorganisasi; disiplin dapat dijadikan sebagai upaya untuk menanamkan dalam diri setiap siswa mengenai kebutuhan berorganisasi.
4.      Rasa hormat terhadap orang lain; dengan ada dan dijunjung tingginya disiplin dalam proses belajar mengajar, setiap siswa akan tahu dan memahami tentang hak dan kewajibannya, serta akan menghormati dan menghargai hak dan kewajiban orang lain.
5.      Kebutuhan untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan; dalam kehidupan selalu dijumpai hal yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan. Melalui disiplin siswa dipersiapkan untuk mampu menghadapi hal-hal yang kurang atau tidak menyenangkan dalam kehidupan pada umumnya dan dalam proses belajar mengajar pada khususnya.
6.      memperkenalkan contoh perilaku tidak disiplin; dengan memberikan contoh perilaku yang tidak disiplin diharapkan siswa dapat menghindarinya atau dapat membedakan mana perilaku disiplin dan yang tidak disiplin.
Dari point-point di atas dapat kita lihat bahwa perilaku disiplin ternyata sangat penting karena disiplin merupakan nilai moral yang sangat penting untuk dibawa tidak hanya di sekolah tetapi juga di masyarakat.
Hal-hal yang telah tercantum diataslah yang pantut dijalankan oleh setiap manusia sebagai landasan bahwa








KESIMPULAN

Landasan sosiologis ini dapat dijadikan tolak ukur untuk terciptanya manusia yang terarah dan memiliki sikap dan tingkah laku yang baik. Baik secara agama maupun secara umum. Maka dari itu, disini telah dibahas hal-hal yang dapat menunjang perkembangan seseorang dalam kehidupannya yang dapat menunjang prestasi kehidupannya dan ia layak hidup sebagai seorang manusia.
Oleh karena itu, sangat penting sekali pengembangan kemampuan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan yang dapat mendukung seseorang dalam hidup dan penghidupannya agar ia dapat dimengerti oleh orang lain dan dapat mengungkapkan hal-hal yang dirsakannya yang patut ia ungkapkan. Dengan bisa berkomunikasi lebih baik maka terciptalah tingkak laku yang baik pula baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah maupun masyarakat karena ia mampu berkomunikasi dengan baik, dan terciptalah hubungan sosial yang baik antar ia dan lingkungannya yang dapat membantu tumbuh kembang jasmani dan rohaninya.
Hubungan sosial yang tercipta itu terutama pada teman sebayanya karena pad umumnya anak atupun seseorang itu terkadan lebih bergantung pada temannya. Disinilah mereka patut mendapatkan bimbingan agar mereka tau, pada teman-teman seperti apa yang patut mereka jadika teman. Karena mungkin saja bisa terjadi kesenjangan karena mereka merasa terasing dan tak pantas berteman dengan teman sebayanya yang pada akhirnya menyimpang dan berteman pada oang yang lebih tua dari mereka.
Maka dari itu agar tak tercipta hal tersebut, kita harus memperhatikan mereka dan membimbing mereka dengan baik. Kedisiplinan dan peraturan-peraturan juga dapat diterapkan pada mereka agar mereka tau pada siapa mereka dapat bergaul dan kedisiplinan dan peraturan tak hanya diterapkan untuk pergaulan mereka tetapi juga penting agar hidup mereka teratur hingga mereka sampai pada penghidupan yang lebih mandiri dan dapat bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan.



DAFTAR PUSTAKA
Tarmizi.2011Pengantar Bimbingan dan Konseling. Medan: Perdana Publishing.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Rahmulyani. Konseling Lintas Budya. FIP UNIMED. Medan.
Nana Syaodih Sukmadinata.2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.Bandung : P.T.Remaja Rosdakarya.
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Mulyana, Deddy. 2004. Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
murniramli.wordpress.com/…/peraturan-sekolah-harus-masuk-akal/
rifalpradana.wordpress.com/…/peraturan-sekolah-terhadap-siswa/ -
www.ahmadheryawan.com/…/254-menegakkan-disiplin-di-sekolah.html -
smacepiring.wordpress.com/…/resep-kedisiplinan-sekolah/ -
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04/disiplin-siswa-di-sekolah/